Banyak orang beranggapan bahwa diagnosis kanker sebagai vonis mati, atau akhir dari segalanya sehingga penderita mengalami kecemasan atau depresi berat karena merasa kehilangan harapan, kehilangan kebebasan beraktifitas, ketidakpastian, ketergantungan, dan proses pengobatan yang memakan waktu lama dan mengakibatkan stres psikologis.
Selain itu, penderitaan juga bisa muncul karena gejala fisik tidak mendapat penanganan yang memadai. Gejala fisik bisa terjadi akibat penyakit primernya seperti nyeri, penurunan berat badan, luka berbau, sesak nafas, dan sebagainya.
Gejala fisik juga bisa timbul akibat pengobatan yang sedang dilakukan seperti efek samping akibat kemoterapi dan radioterapi.
Kesulitan sosial juga terjadi pada pasien kanker. Misalnya, terjadi masalah hubungan interpersonal yang menyebabkan munculnya reaksi pasien dan reaksi keluarga yang beragam.
Akibat dari penyakitnya, pasien dan keluarga merasa terjadi perubahan peran dalam keluarga, kesulitan keuangan, atau penyakit yang dirahasiakan.
Terkadang muncul anggapan bahwa penyakitnya terjadi karena hukuman, menyalahkan diri sendiri, dan merasa hidup tidak berguna.
Keinginan penderita kanker adalah terbebas dari keluhan fisik yang menimbulkan penderitaan seperti nyeri. Pada perawatan paliatif, hal yang dituju adalah memperhatikan hal realistik yang akan dicapai oleh pasien.
Perawatan paliatif menawarkan berbagai layanan dan tujuan yang konkrit, yaitu membantu membebaskan dari penderitaan, mengobati rasa sakit, dan gejala-gejala lainnya, perawatan psikologis dan spiritual, sistem dukungan untuk membantu individu yang hidup aktif, dan sistem pendukung untuk mempertahankan dan merehabilitasi keluarga individu.
Bagi pasien yang sudah tidak bisa disembuhkan, jangan dibiarkan hidupnya hanya sekedar hidup menderita. Tindakan yang dilakukan harus benar-benar bisa membuat hidup pasien berkualitas.
Keberhasilan penanganan paliatif tergantung pada efektifitas komunikasi antara pasien dan anggota keluarga serta pemberi pelayanan.
Pada diskusi yang melibatkan semua komponen ini, informasi tentang prognosis, prosedur diagnosis dan terapi, masalah terminal, serta penanganan suportif terhadap psikososial dan spirirtual.
Terdapat beberapa strategi bagi klinisi untuk meyakinkan bahwa pasien dan anggota keluarganya telah memperoleh informasi yang cukup.
Konsultasi hendaknya berada dalam ruangan yang nyaman, di mana klinisi memberikan penjelasan secara rileks dan tidak terburu-buru.
Juga penting bagi para klinisi untuk melibatkan secara aktif pasien dan anggota keluarganya dengan mengajukan pertanyaan seperti “seberapa yang anda ketahui tentang penyakit ini?” Pasien harus diperkenankan mengajukan pertanyaan.
Pada beberapa kasus, pasien mempunyai kesulitan membuat pertanyaan yang akan mewakili hal-hal yang akan ditanyakan. Situasi ini dapat diatasi dengan pemakaian formulir yang berisi pernyataan-pernyataan pasien yang dapat digunakan untuk memandu ketika mengajukan pertanyaan.
Kekeliruan yang sering dilakukan oleh klinisi adalah memberikan terlalu banyak informasi dibandingkan secara langsung menjawab pertanyaan-pertanyaan pasien.
Hal ini dapat menghasilkan terlalu banyak informasi dan menyebabkan pertanyaan-pertanyaan pasien tidak terjawab secara memuaskan.
Pada perawatan paliatif, sangat disarankan untuk merekam konsultasi pasien dan anggota keluarganya dengan para klinisi yang dapat diputar kembali pada kesempatan lain, pada situasi yang lebih rileks.
Komunikasi juga menjadi media di mana pasien dapat mengekspresikan emosinya tentang diagnosis kanker. Hal ini penting bagi tim paliatif untuk memberikan dukungan yang diperlukan untuk mengatasi keluhan-keluhan pasien dan anggota keluarganya.
Pasien difasilitasi untuk mengekspresikan emosi mereka secara bebas kepada seseorang, pada kertas, melalui e-mail, atau melalui metode lain di mana mereka merasa nyaman.